EKSTRAK GINSENG AGAR IKAN CUPANG AGRESIF
Jumat, 16 Mei 2025 WIB
- Penulis Dr. Nina Meilisza -
Peran pakan pada ikan utamanya adalah memberikan energi untuk aktivitas basal, pertumbuhan dan daya tahan tubuh. Pada ikan Cupang, pakan memiliki peran lain yang bersifat khusus yaitu sebagai salah satu media untuk melakukan perkembangan interaksi sosial dan stimulus untuk menghadirkan kondisi tingkah laku agonistik. Agonistik berasal dari bahasa Yunani yaitu agonistes, yang berarti "juara" yaitu perilaku hewan yang didefinisikan sebagai sifat yang dipamerkan selama kontes, bertempur, melarikan diri, menyerang, atau pertarungan antara dua hewan. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan perilaku unjuk kemampuan yang ditunjukkan oleh hewan jantan saat mereka bersaing memperebutkan peluang kawin dengan betina. Cupang jantan juga berjuang untuk mengklaim wilayah, melindungi telur atau keturunan dari jantan pesaing. Perilaku agonistik adalah elemen utama dalam kehidupan sosial hewan. Batasan dalam perilaku agonistik ini adalah agresif, mengancam, tunduk, stress, dan tendensi melarikan diri dalam interaksi intra dan interspesifik.
Perilaku agonistik disebut juga sebagai pertemuan agresif antara hewan dari spesies yang sama untuk membedakan interaksi sosial dari agresi predator-mangsa dan interaksi non-sosial lainnya. Interaksi agonistik terjadi ketika individu menampilkan dan atau berebut sumber daya seperti habitat, tempat penampungan, pasangan, dan makanan. Interaksi ini sering menampilkan ritual ketat yang biasanya mengakibatkan konsekuensi tidak mematikan. Penampilan dapat berisi pendengaran, mekanik, visual, dan bahkan sinyal kimia yang dirancang untuk mentransfer informasi terkait ukuran atau keadaan reproduksi tersebut. Hasil utama dari interaksi agonistik adalah pembentukan hubungan dominasi antar sumber daya yang ada. Dalam teori dominasi, dominasi memiliki kelebihan evolusi yang berbeda (yaitu, peningkatan kelenturan reproduksi). Secara umum, individu yang dominan bisa mendapatkan lebih banyak dan atau mempertahankan kontrol lagi atas sumber daya kritis ekologi, yang dapat menghasilkan lebih banyak perkawinan dan keberhasilan reproduksi lebih tinggi dan dengan demikian meningkat kelenturan evolusi. Kemampuan individu untuk memiliki dan mengendalikan sumber daya dalam populasi disebut sebagai sumber daya yang memiliki potensi.
Umumnya pertempuran fisik selalu didahului dengan unjuk kemampuan yang disebut "flaring". Ketika dirangsang oleh keberadaan jantan pesaing, seekor Cupang jantan akan menunjukkan beberapa jenis gerakan agresif yang ditentukan oleh genetis (pola aksi tetap). Ikan akan melebarkan siripnya, bergidik tubuhnya, memperpanjang operculum insang dan membran, serta umumnya tampil berukuran jauh lebih besar dari ukuran biasanya. Cupang tidak mengenali dirinya dalam cermin, dan akan menampilkan refleksi mereka seagresif mungkin untuk jantan lain.
Pakan merupakan salah satu sumber daya yang dapat memberikan respon agonistik pada ikan untuk memanfaatkannya. Konsekuensi dari sifat biologis pakan dapat mempengaruhi karakter pada ikan. Sebagai contoh, karakter spesies ikan Cupang umumnya terpengaruh oleh jenis pakan. Cupang memiliki keunikan khusus berupa kemampuan melakukan atraksi unjuk kemampuan berupa sifat agonistik yang menarik. Hal inilah menyebabkan ikan Cupang sangat diminati oleh para hobiis. Nilai ekonomi ikan Cupang sangat tergantung pada kemampuannya dalam menunjukkan sifat-sifat agresifitas, keragaan dan penampilan tubuhnya.
Adaptasi terhadap pakan buatan masih belum memadai untuk mempertahankan sifat agonistik ikan Cupang. Penambahan zat aditif gensinosides dalam pakan buatan perlu dilakukan untuk memberikan hasil yang optimal berupa pertumbuhan dan sintasan yang baik serta karakter agonistik yang dominan. Adapun komposisi penambahan zat aditif gensinosides dalam pakan ditampilkan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Komposisi bahan baku pakan
Bahan Baku |
Jumlah (%) |
Tepung ikan |
31.85 |
Tepung kedelai |
25.97 |
Tepung pollard |
12.85 |
Tepung tapioca |
16.15 |
Minyak ikan |
1.50 |
Minyak jagung |
3.10 |
Minyak sawit |
3.60 |
Vitamin mix tanpa vit E |
1.50 |
vitamin E |
0.04 |
Mineral mix |
3.00 |
Chlorine chloride |
0.50 |
Zat aditif gensinosides komersial |
0.02 |
Lemak |
11.16 |
Protein |
40.46 |
BETN |
24.99 |
Serat Kasar |
2.11 |
Abu |
4.04 |
Pada penelitian yang dilakukan oleh Meilisza dkk. (2013), pemberian pakan ikan Cupang berupa pelet yang mengandung zat aditif gensinosides komersial dari ekstrak ginseng sebanyak 0,02% dalam 1 kg pakan dengan kadar protein 40% dan lemak 11% menunjukkan peningkatan sifat agonistik. Sifat agonistik juga muncul akibat sumber daya yang terbatas dan harus diperebutkan (makanan, ruangan, pasangan) dan dapat terjadi pada ikan tanpa dipengaruhi oleh musim, reproduksi, usia dan jenis kelamin. Beberapa tampilan perilaku agonistik pada ikan Cupang tertera pada Tabel 2.
Tabel 2.Tampilan perilaku agonistik ikan Cupang yang teramati saat uji coba unjuk kemampuan
Nilai |
Parameter |
- 2 |
menjauh dari lawan atau cepat mundur |
-1 |
Menyerah dengan perlahan-lahan mundur dari lawan |
0 |
secara visual mengabaikan lawan dengan tidak ada respon atau tampilan ancaman |
1 |
Pendekatan tanpa layar ancaman, berjalan perlahan menuju lawan |
2 |
Pendekatan dengan tampilan ancaman perenggangan bagian sirip, tubuh bergidik, perpanjangan operkulum dan membran insang |
3 |
Awal utama penggunaan bagian tubuh, mendorong, dan/atau menyentuh dengan moncong mulut atau sirip. Sirip untuk membuka dan mendorong |
4 |
Aktif utama penggunaan moncong mulut dengan meraih dan/atau menahan lawan. Bertempur, mencoba menarik atau mematuk bagian tubuh individu lawannya sedangkan lawan menarik diri ketika dipatuk atau disentuh bagian tubuhnya, |
5 |
Akhir pertempuran. Lawan menarik diri atau menyerah dari arena pertempuran, menjauh sampai akhirnya dipindahkan dari arena |
Keterangan: (modifikasi untuk Cupang berdasarkan referensi Moore, 2007 pada crayfish air tawar).
Tampilan perilaku agonistik pada ikan Cupang yang terdokumentasi menunjukkan bahwa ada tujuh kriteria penilaian pada aksi yang dimunculkan oleh ikan Cupang saat unjuk kemampuan (Tabel 2). Perilaku tersebut tidak semuanya muncul saat berada di arena unjuk kemampuan. Pada 2 ekor ikan yang berjenis kelamin sama dan dipasangkan, ada perilaku agonistik yang bersifat pasif (nilai -2 dan -1 pada Tabel 2), meskipun sebagian besar memperlihatkan perilaku agonistik yang agresif.
Perilaku agonistik yang cenderung pasif muncul pada pasangan ikan yang berada pada arena unjuk kemampuan lebih karena kebiasaan hidup pada awal pemeliharaan hingga unjuk kemampuan dilakukan adalah secara berkelompok. Sebagai contoh, ikan Cupang yang dipelihara dalam padat tebar 20 ekor per wadah dapat memunculkan sikap adaptif dan bersahabat pada lawannya. Namun, hal ini hanya sedikit indikasi karena sebagian besar tetap mempertahankan insting awal hewan dalam persaingan dengan lawan apalagi yang belum dikenalnya.
Perilaku agonistik ditampilkan bila terdapat keterlibatan langsung dalam konflik antara dua atau lebih individu. Beberapa peneliti telah mengamati beberapa bentuk perilaku agonistik pada ikan, burung, mamalia, serangga, dan amfibi. Sementara individu yang menampilkan perilaku agonistik, individu di dekatnya mungkin tidak terlibat dalam menampilkan perilaku tersebut, yaitu, penonton, dan kehadiran individu lainnya mungkin mengubah pilihan ekspresinya karena individu yang memerankan perilaku agonistik tersebut diduga dapat merasakan kehadiran orang-orang yang berada di sekitarnya. Pelaku agonistik saat unjuk kemampuan harus memilih perilaku yang memaksimalkan efektivitas mereka terhadap lawan dan penonton, sehingga terjadi trade-off antara membela diri, melawan lawan dan menyampaikan informasi kepada pihak lain.
Hal tersebut dibuktikan saat dilakukan unjuk kemampuan antara dua individu berjenis kelamin sama dipasangkan. Individu lain yang berada di dekatnya tidak ikut terlibat dalam pertarungan meskipun wadah akuarium arena dapat dilihat oleh individu lainnya. Kehadiran manusia dalam hal ini penonton dalam menyaksikan atraksi agonistik tersebut sama sekali tidak memberikan pengaruh buruk dalam menurunkan kemampuan agonistiknya.
Pada pengamatan lainnya yang dilakukan oleh Meilisza dkk (2013) seperti terlihat pada Gambar 1, ditampilkan dua ekor ikan Cupang yang disandingkan dalam satu sumber daya berupa ruang (tempat hidup). Pada satu wadah terdapat 2 ekor ikan berjenis kelamin jantan yang diberi pakan berbeda, yaitu satu ekor memakan pelet dengan tambahan gensinosides, sedangkan satu lainnya memakan pakan alami (pakan hidup larva nyamuk Culex). Dari hasil pengamatan visual dan perekaman video dapat diamati bahwa ikan Cupang yang diberi zat aditif gensinosides dalam pakan tampil lebih agresif dan dominan dibandingkan ikan Cupang lawannya. Ciri-ciri yang dimunculkan dalam pertempuran tersebut di awali dengan cara melebarkan operculum, memulai pengejaran, melakukan penyerangan, mempertahankan wilayah dengan melebarkan sirip, menyudutkan lawan, dan berakhir dengan menyerahnya lawan dengan cara meninggalkan arena pertempuran.
Gambar 1. Perilaku agonistik yang terdokumentasi saat unjuk kemampuan (kronologis: dari a menuju f).
Terkait dengan perbedaan jenis pakan yang diberikan pada ikan Cupang, aksi dan nilai perilaku agonistik diamati mengalami perbedaan. Pada ikan Cupang yang diberi pakan berupa pelet maupun pakan alami, keduanya menampilkan perilaku agonistik. Hal tersebut karena faktor utama kemunculan perilaku aginistik berasal dari kemampuan individual ikan dalam mengendalikan atau memperebutkan sumber daya (dalam hal ini ruang).
Hal ini berarti bahwa asumsi bahwa pemberian pelet dibandingkan pakan alami dapat menurunkan perilaku agonistik pada ikan Cupang tidak terbukti. Bahkan perilaku agonistik pada ikan yang diberi pelet di akhir masa pemeliharaan menunjukkan agresifitas yang lebih baik. Selain itu adanya kandungan zat aditif yang ditambahkan berupa ekstrak ginseng dan gingko biloba diindikasikan dapat memacu aktifitas hormonal dan respon agresif yang tinggi untuk mengantisipasi kemungkinan perubahan perilaku yang terjadi. Sebagaimana diketahui bahwa gensinosides dapat meningkatkan stamina, sistem kekebalan tubuh, menghilangkan stres dan merangsang sistem saraf otak dan hormon.
Informasi ini menjadi sangat penting karena mampu merekomendasikan pelet sebagai salah satu pakan yang adaptif untuk ikan Cupang, memberikan pertumbuhan lebih baik dibandingkan pakan alami serta dapat diatur komposisinya dengan zat tertentu sesuai dengan target yang ingin dicapai. Dari informasi ini diharapkan penggunaan pelet pada ikan Cupang dapat dikembangkan dan diaplikasikan untuk mengatasi keterbatasan yang ada pada pakan alami.
KESIMPULAN
Penggunaan pelet tidak mengubah performa pertumbuhan dan perilaku agonistik pada ikan Cupang, bahkan disinyalir lebih baik. Penambahan zat aditif seperti ekstrak ginseng dan gingko biloba diduga memberikan pengaruh positif dalam memunculkan perilaku agonistik yang lebih agresif.
Jl. Perikanan No. 13 Pancoran Mas Depok
085171604719
Email: publikasi.bppbih@gmail.com
Call Center KKP: 141